أما احلديث الصحيح: فهو احلديث املسند الذي يتصل إسناده بنقل العدل الضابط إىل منتهاه وال يكون شاذا وال معلال

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "أما احلديث الصحيح: فهو احلديث املسند الذي يتصل إسناده بنقل العدل الضابط إىل منتهاه وال يكون شاذا وال معلال"

Transkripsi

1 BAB II METODE KRITIK HADIS DAN TEORI PEMAKNAAN HADIS A. Status Hadis Sebuah hadis dapat dijadikan dalil dan argumen yang kuat (hujjah) apabila memenuhi syarat-syarat ke-sahih-an, baik dari aspek sanad maupun matan. Ibnu al-shalah menyatakan sebuah definisi hadis sahih yang disepakati oleh para muh>}addithi>n, sebagaimana dikutip oleh M. Syuhudi Isma il: أما احلديث الصحيح: فهو احلديث املسند الذي يتصل إسناده بنقل العدل الضابط إىل منتهاه وال يكون شاذا وال معلال "Adapun hadis shahih ialah hadis yang bersambung sanadnya sampai kepada Nabi diriwayatkan oleh periwayat yang ' adil dan z}a>bit} sampai akhir sanad, (di dalam hadis tersebut) tidak terdapat kejanggalan (sha>dh) dan cacat ('illat)." 1 Dari definisi di atas, maka hadis yang berkedudukan sahih baik dari segi sanad maupun matan adalah jika memenuhi syarat-syarat berikut: 1. Ketersambungan sanad 2. Periwayat bersifat 'adil dan z}a>bit} 3. Terhindar dari sha>dh 4. Terhindar dari 'illat 1 M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),

2 16 Syarat-syarat terpenuhinya kesahihan ini sangatlah diperlukan, karena penggunaan atau pengamalan hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat dimaksud berakibat pada realisasi ajaran Islam yang kurang relevan atau bahkan sama sekali menyimpang dari apa yang seharusnya dari yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. 2 a. Kesahihan Sanad Salah satu keistimewahan periwayatan dalam Islam adalah mengharuskan adanya persambungan sanad, mulai dari periwayat yang disandari oleh mukharij sampai kepada periwayat tingkat sahabat yang menerima hadis yang bersangkutan dari Nabi Muhammad SAW yang semua itu harus diterima dari para periwayat yang 'adil dan z}a>bit}. 3 Sanad atau isnad ini diyakini sebagai jalan yang meyakinkan dalam rangka penerimaan hadis. Beberapa pernyataan ulama berikut ini menjadi bukti atas pernyataan tentang pentingnya sanad ini. Muhammad Ibn Sirin menyatakan bahwa "sesungguhnya isnad merupakan bagian dari agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambilnya". Abdullah ibn Al-Mubarak menyatakan bahwa "isnad merupakan bagian dari agama jika tanpa isnad, mereka akan berkata sesuka hatinya". Oleh karena itu, maka penelitian terhadap sumber berita mutlak diperlukan. Imam Nawawi juga menegaskan apabila sanad suatu hadis 2 Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis Cet. 1 (Malang: UIN- Malang Press, 2008), Salamah Norhidayati, Kritik Teks Hadis (Yogyakarta: TERAS, 2009), 19.

3 17 berkualitas sahih, maka hadis tersebut bisa diterima, tetapi apabila tidak maka hadis tersebut harus ditinggalkan. Nilai dan kegunaan sanad tampak jelas bagi seseorang untuk mengetahui keadaan para perawi hadis dengan cara mempelajari keadaannya dalam kitab-kitab biografi perawi. Demikian juga untuk mengetahui sanad yang muttas}il dan munqat}i'. Jika tidak terdapat sanad, tidak dapat diketahui hadis yang sahih dan yang tidak sahih. 4 Dalam hubungannya dalam penelitian sanad, maka unsur-unsur kaedah kesahihan yang berlaku untuk sanad dijadikan sebagai acuan. Unsur-unsur itu ada yang berhubungan dengan rangkaian atau persambungan sanad dan ada yang berhubungan dengan keadaan pribadi para periwayat. 5 Agar suatu sanad bisa dinyatakan sahih dan dapat diterima, maka sanad tersebut harus memenuhi syarat-syarat yaitu sanadnya bersambung, memiliki kualitas pribadi yang 'adil dan memiliki kapasitas intelektual z}a>bit}, terhindar dari sha>dh dan illat. a) Persambungan Sanad Sanad yang bersambung adalah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat 4 Mahmud al-t{ah}h}a>n, Metode Takhrij Penelitian Sanad Hadis, terj. Ridlwan Nasir (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 66.

4 18 sebelumnya yang mana hal ini terus berlangsung sampai akhir sanad. Jadi, seluruh rangkaian periwayat mulai yang disandari mukharij sampai perawi yang menerima hadis dari Nabi, saling memberi dan menerima dengan perawi terdekat. Untuk mengetahui bersambung atau tidak bersambungnya suatu sanad, muh>}addithi>n menempuh langkah-langkah sebagai berikut: pertama, mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti. Kedua, mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat melalui kitab rija>l al-h}adi>th (kitab yang membahas sejarah hidup periwayat hadis) dengan tujuan untuk mengetahui apakah setiap periwayat dengan periwayat terdekat dalam sanad itu terdapat satu zaman dan hubungan guru murid dalam periwayatan hadis. Ketiga, meneliti lafad yang menghubungkan antara periwayat dengan periwayat terdekatnya dalam sanad. 6 Al-Khatib al-baghdadi memberikan term sanad bersambung adalah seluruh periwayat thiqah ('adil dan z}a>bit}) dan antara masing-masing periwayat terdekatnya betul-betul telah terjadi hubungan periwayatan yang sah menurut ketentuan tahammul wa al-'adalah al-h}adi>th yaitu kegiatan penyampaian dan penerimaan hadis. 6 M. Syuhudi Isma il, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Cet. 1(Jakarta: Bulan Bintang, 1988), 128.

5 19 Berkaitan dengan persambungan sanad, kualitas periwayat terbagi kepada thiqah dan tidak thiqah. Dalam penyampaian riwayat, periwayat yang thiqah memiliki akurasi yang tinggi karena lebih dapat dipercaya riwayatnya. Sedangkan bagi periwayat yang tidak thiqah, memerlukan penelitian tentang keadilan dan ke-z}a>bit}-an-nya yang akurasinya di bawah perawi yang thiqah. b) Kualitas Pribadi periwayat ('adil) Sebagaimana telah dikemukakan bahwa kualitas pribadi periwayat haruslah adil. Dalam memberikan pengertian istilah 'adil yang berlaku dalam ilmu hadis, ulama berbeda pendapat. Dari berbagai perbedaan itu dapat disimpulkan kriterianya pada empat hal, yaitu: Pertama, beragama Islam. Kedua, Mukallaf yakni baligh dan berakal. Ketiga, melaksanakan ketentuan agama yang dimaksud adalah teguh dalam agama, tidak berbuat bid'ah, tidak berbuat dosa besar, tidak berbuat maksiat dan berakhlaq mulia. Keempat, memelihara muru'ah yaitu kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri manusia pada tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan-kebiasaan. 7 Sifat-sifat keadilan para perawi dapat dipahami melalui popularitas kepribadian yang tinggi tampak dikalangan ulama hadis. 7 M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),

6 20 Penilaian dari para kritikus perawi hadis tentang kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam kepribadiannya. Penerapan kaidah al-jarh} wa ta'di>l, apabila tidak ditemukannya kesepakatan diantara kritikus perawi mengenai kualitas pribadi para perawi. 8 c) Kapasitas Intelektual Periwayat (z}a>bit) Periwayat yang kapasitas intelektualnya memenuhi syarat keshahihan sanad hadis disebut sebagai periwayat yang z}a>bit}. Arti harfiah z}a>bit} ada beberapa macam, yakni dapat berarti kokoh, yang kuat, yang tepat dan yang hafal dengan sempurna. Ulama hadis memang berbeda pendapat dalam memberikan pengertian istilah z}a>bit}, namun perbedaan itu dapat dipertemukan dengan memberikan rumusan sebagai berikut: Pertama, periwayat yang bersifat z}a>bit} adalah periwayat yang hafal dengan sempurna hadis yang diterima dan mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya. Kedua, periwayat yang bersifat z}a>bit} adalah periwayat yang selain disebutkan di atas juga dia mampu memahami dengan baik hadis yang dihafalnya. 9 d) Terhindar dari sha>dh 8 Manzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 70.

7 21 Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian sha>dh suatu hadis. Dari berbagai pendapat yang ada, yang paling popular dan banyakdiikuti sampai saat ini adalah pendapat Imam al-syafi I (wafat 204 H/ 820 M), yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang thiqah, tetapi riwayatnya bertentangan dengan riwayat yang dikemukakan oleh banyak riwayat yang lebih thiqah. 10 Dari pendapat Imam Syafi I tersebut dapat dinyatakan bahwa kemungkinan suatu hadis mengandung sha>dh, apabila hadis tersebut memiliki sanad lebih dari satu. Apabila suatu hadis hanya diriwayatkan oleh seorang thiqah saja, dan pada saat yang sama tidak ada perawi yang lain yang meriwayatkan, maka hadis tersebut tidak dikatakan sha>dh. Artinya hadis yang hanya memiliki satu sanad saja tidak tidak dikenal kemungkinan mengandung sha>dh. 11 Salah satu langkah penting untuk menetapkan kemungkinan terjadinya sha>dh dalam hadis adalah dengan cara membandingbandingkan suatu hadis dengan hadis lain yang satu tema. Dengan demikian sha>dh adalah kejanggalan riwayat, dimana kejanggalan riwayat itu bertentangan dengan riwayat banyak perawi lain yang lebih thiqah. Dengan demikian, di 10 Abu Abdullah al-hakim al-nasaiburi, Ma rifatu Ulum al-hadith (Kairo: Maktabah al- Muntanabbi, t.th), Zainuddin dkk., Studi Hadis Cet. 3 (Surabaya: UINSA Press, 2013), 162.

8 22 samping ukurannya adalah kualitas riwayat, juga secara kuantitas sanadnya, perawi thiqah itu kalah banyak dengan perawi thiqah lain yang mempunyai riwayat yang menyelisihinya. e) Terhindar dari illat Perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa pengertian illat disini bukanlah pengertian illat secara umum, yakni cacat yang disebut sebagai tha nu al-hadis atau jarh. Maksud illat dalam hal ini adalah sebab-sebab tersembunyinya yang merusak kualitas hadis. Keberadaannya menyebabkan hadis yang secara lahiriyah tampak berkualitas sahih, menjadi tidak sahih. 12 Langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah menghimpun seluruh sanad untuk matan yang satu tema, kemudian diteliti untuk membandingkan sanad satu dengan yang lainnya. Demikian juga dengan matannya ia perlu dibandingkan dengan matan-matan yang lain. Apabila bertentangan dengan mata-matan hadis lainnya yang senada, atau kandungannya bertentangan dengan al-qur an, maka berarti mengandung illat. Dengan demikian illat adalah suatu sebab yang samar dan tersembunyi yang dapat merusak kesahihan hadis, meskipun secara dhahir kelihatannya selamat dari cacat. Seperti periwayatan anak 12 Nuruddin Itr, al-madkhal ila Ulum al-hadis (Madfinah: al-maktabah al-ilmiyah, 1972), 447.

9 23 kepada bapaknya sendiri. Secara dhahir dihukumi muttasil (bersambung), namun setelah diadakan penelitian lebih lanjut ternyata tidak ditemukan indikasi anak meriwayatkan hadis itu dari bapaknya, karena anak lahir ketika bapaknya telah meninggal dunia. 13 Dalam melakukan penelitian kualitas sanad hadis dikenal cabang keilmuan yang disebut ilmu rija>l al-h}adi>th, yaitu ilmu yang secara spesifik mengupas keberadaan para perawi hadis. Ilmu ini berfungsi untuk mengungkap data-data para perawi yang terlibat dalam civitas periwayatan hadis dan dengan ilmu ini juga dapat diketahui sikap ahli hadis yang menjadi kritikus terhadap para perawi hadis tersebut. 14 Ilmu rijal al-hadith itu terbagi menjadi dua macam ilmu yang utama, yaitu ilmu Tari>kh al-ruwah dan ilmu al-jarh} wa Ta'di>l Ilmu Tari>kh al-ruwah Muhammad 'Ajjaj al-khatib mendefinisikan ilmu Tari>kh al-ruwah ialah ilmu untuk mengetahui para rawi dalam hal-hal yang bersangkutan dengan meriwayatkan hadis Zainuddin dkk., Studi Hadis Cet. 3 (Surabaya: UINSA Press, 2013), Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis Cet. 1 (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003), Fatchur Rahman, Ikhtisar Mustalah al-hadith (Bandung: Al-Ma arif, 1974), 293.

10 24 Dengan ilmu ini, dapat diketahui informasi yang terkait dengan semua rawi yang menerima, menyampaikan atau yang melakukan tranmisi hadis Nabi Saw sehingga para rawi yang dibahas adalah semua rawi baik dari kalangan sahabat, tabi'in sampai mukharij hadis Ilmu al-jarh} wa Ta'di>l. Dalam terminologi ilmu hadis, al-jarh} berarti menunjukkan sifat-sifat tercela bagi seorang perawi sehingga merusak atau mencacatkan keadilan dan ke-z}abit}-an-nya. Adapun ta'di>l diartikan oleh al-khatib sebagai upaya mensifati perawi dengan sifat-sifat tercela sehingga tampak keadilan agar riwayatnya diterima. Berdasarkan definisi di atas, maka ilmu al-jarh} wa Ta'di>l adalah ilmu yang membicarakan masalah keadaan perawi, baik dengan mengungkapkan sifat-sifat yang menunjukkan keadilan maupun sifat-sifat yang menunjukkan kecacatan yang bermuara pada penerimaan atau penolakan terhadap riwayat yang disampaikan Fatchur Rahman, Ikhtisar Mustalah al-hadith (Bandung: Al-Ma arif, 1974), Suryadi, Metodologi Ilmu, Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis Cet. 1 (Malang: UIN- Malang Press, 2008),

11 25 Dalam ilmu al-jarh} wa Ta'di>l dikenal beberapa kaidah dalam men-jarh dan men-ta'di>l -kan perawi, diantaranya: 19 "Penilaian ta'di>l didahulukan atas penilaian Jarh}. التعديل مقدم على اجلرح Dalam kaidah ini apabila ada kritikus yang memuji seorang rawi dan ada juga yang mencelanya, maka yang dipilih adalah pujian atas rawi tersebut. Alasannya karena sifat terpuji itu merupakan sifat dasar perawi dan sifat tercela adalah sifat yang datang kemudian. Kaidah ini digunakan al-nasa>'i namun umumnya ulama hadis tidak menerima. "Penilaian Jarh} didahulukan atas penilaian ta'di>l. اجلرح مقدم على التعديل Kaidah ini didasarkan pada asumsi bahwa pujian itu timbul karena persangkaan baik dari pribadi kritikus hadis, sehingga harus dikalahkan bila ternyata ada bukti tentang ketercelaan yang dimiliki oleh periwayat yang bersangkutan. Kaidah ini didukung oleh ulama hadis, ulama fiqh, dan ulama ushul fiqh. إذا تعارض اجلارح واملعدل فاحلكم للمعدل إال إذا ثبت اجلرح املفسر 19 M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),

12 26 "Apabila terjadi pertentangan antara pujian dan celaan,maka yang harus dimenangkan adalah pujian, kecuali bila celaan itu disertai dengan penjelasan tentang sebab-sebabnya". Kaidah ini dikemukakan oleh jumhur ulama kritikus hadis dengan cacatan, penjelasan tentang ketercelaan itu harus relevan dengan upaya penelitian. إذا كان اجلارح ضعيفا فال يقبل جرحه للثقة "Apabila kritikus yang mengemukakan ketercelaan adalah golongan orang yang d}a'if, maka kritikannya terhadap orang yang thiqah tidak diterima". Kaidah ini juga banyak didukung ulama kritik hadis. اليقبل اجلرح إال بعد التثبت خشية األشباه ىف اجملروحني "Al-jarh} tidak diterima kecuali setelah ditetapkan (diteliti cermat) dengan adanya kekhawatiran terjadinya kesamaan tentang orangorang yang dicelanya". Hal ini terjadi bila ada kemiripan nama antara periwayat yang dikritik dengan periwayat yang lain. Sehingga harus diteliti secara cermat agar tidak terjadi kekeliruan. Kaidah ini juga banyak digunakan para ulama ahli kritikus hadis. اجلرح الناشئ عن عداوة دنيوية ال يعتد به "Al-jarh} dikemukakan oleh orang yang mengalami permusuhan dalam masalah keduniawian tidak perlu diperhatikan".

13 27 Hal ini jelas berlaku, karena pertentangan pribadi dalam masalah dunia dapat menyebabkan lahirnya penilaian yang tidak obyektif. Pada dasarnya banyak sekali muncul kaidah-kaidah yang berkenaan dalam hal ini, namun enam kaidah di atas yang banyak terdapat dalam kitab hadis. Akan tetapi pada intinya, tujuan penelitian adalah bukan untuk mengikuti kaidah tertentu melainkan penggunaan kaidah tersebut harus disesuaikan dalam upaya memperoleh hasil penelitian yang lebih mendekati kebenaran. 3. Lambang-lambang Metode Periwayatan. Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa sanad hadis selain memuat nama-nama periwayat, juga memuat lambing-lambang atau lafal-lafal yang memberi petunjuk tentang metode periwayatan yang digunakan oleh masingmasing periwayat yang bersangkutan. 20 Lambang-lambang atau lafal-lafal yang digunakan dalam periwayatan hadis, dalam hal ini untuk kegiatan tah}ammulul hadis, bentuknya bermacam-macam, misalnya sami'tu, sami'na>, h}addathani>, h}addathana>, 'an dan anna>. 20 M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 82.

14 28 Sebagian dari lambing-lambang itu ada yang disepakati penggunaannya dan ada yang tidak disepakati. Sebagian ulama menyatakan bahwa sanad yang mengandung huruf 'an sanadnya terputus. Tetapi mayoritas ulama menilai bahwa sanad yang menggunakan lambang periwayatan huruf 'an termasuk dalam metode al-sama' apabila memenuhi syarat-syarat berikut: a. Dalam sanad yang mengandung huruf 'an itu tidak terdapat penyembunyian cacat (tadli>s) yang digunakan oleh periwayat. b. Antara periwayat dengan periwayat terdekat yang diantara huruf 'an itu dimungkinkan terjadi pertemuan. c. Periwayat yang menggunakan lambing an ataupun anna itu adalah periwayat yang terpecaya (thiqah). 21 Sehingga mayoritas para ulama telah menetapkan bahwa metode periwayatan hadis ada delapan macam, yakni: 22 1) Sama' yaitu seorang murid mendengar langsung dari gurunya. Lafad yang biasa digunakan adalah سمعت حدثنا حدثني أخبرنا 21 M. Syuhudi Isma il, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Cet. 1(Jakarta: Bulan Bintang, 1988), M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 83.

15 29 2) 'Ardl yaitu seorang murid membacakan hadis (yang didapatkan dari guru lain) di depan gurunya. Lafad yang biasa digunakan adalah قرأ على فالن وأنا أسمع قرأت عليه 3) Ija>zah yaitu pemberian izin oleh seorang guru kepada murid untuk meriwayatkan sebuah hadis tanpa membaca hadis tersebut satu persatu. Lafad yang biasa digunakan adalah أجزت لك رواية الكتاب الفالنى عنى أجزت لك جميع مسمو عاتى أو مروياتي 4) Munawalah yaitu guru memberikan sebuah materi tertulis kepada seseorang yang meriwayatkannya. Dalam munawalah ada yang disertai ijazah, lafad yang digunakan إجازة أنبأنا حدثنا إجازة sedangkanأنبأنى ناولنا munawalah yang tanpa ijazah menggunakan lafad ناولنى 5) Kitabah/muka>tabah yaitu seorang guru menuliskan rangkaian hadis untuk seseorang. Lafad yang digunakan كتب إلي فالن أخبرني به مكاتبة

16 30 6) I'la>m yaitu memberikan informasi kepada seseorang bahwa ia memberikan izin untuk meriwayatkan materi أخبرنا إعالما hadis tertentu. Lafad yang digunakan 7) Was}iyah yaitu seorang guru mewariskan buku-buku أوصى إلي hadisnya. Lafad yang digunakan 8) Wijadah yaitu menemukan sejumlah buku-buku hadis yang ditulis oleh seseorang yang tidak dikenal namanya. Lafad yang digunakan وجدت بخط فالن حدثنا فالن وجدت عن فالن/ بلغنى عن فالن Sedangkan kata yang sering dipakai dalam meriwayatkan hadis antara sanad satu dengan sanad yang lain حدثنا أخبرنا حدثنى أخبرنى أنبأنا أنبأنى adalah b. Kesahihan Matan Matan secara etimologi berarti punggung jalan atau bagian tanah yang keras dan menonjol ke atas. Secara terminologi matan adalah cerminan konsep ideal yang diberikan dalam bentuk teks, kemudian difungsikan sebagai sarana perumus keagamaan menurut hadis. 23 Mayoritas ulama hadis sepakat bahwa penelitian matan hadis menjadi penting untuk dilakukan setelah sanad bagi matan hadis tersebut 23 Hasyim Abbas, Kritik Matan Hadis (Yogyakarta: TERAS, 2004), 13.

17 31 diketahui kualitasnya. Ketentuan kualitas ini adalah dalam hal kesahihan sanad hadis atau minimal tidak termasuk berat ke-d}a'if-an-nya. 24 Apabila merujuk pada definisi hadis sahih yang diajukan Ibnu al- Shalah, maka keshahihan matan hadis tercapai ketika telah memenuhi dua kriteria, antara lain: 25 1) Matan hadis tersebut harus terhindar dari kejanggalan (sha>dh) 2) Matan hadis tersebut harus terhindar dari kecacatan ('illat) Maka dalam penelitian matan, dua unsur tersebut harus menjadi acuan utama tujuan dari penelitian. Karakteristik keshahihan matan dikalangan ulama hadis sangat bercorak. Corak tersebut disebabkan oleh perbedaan latar belakang, keahlian, alat bantu dan persoalan serta masyarakat yang dihadapinya. Sebagaimana pendapat al-khatib al- Baghdadi, bahwa satu matan hadis dapat dinyatakan maqbul sebagai hadis yang sahih apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a) Tidak bertentangan dengan al-qur'an yang telah muhkam (ketentuan hukum yang telah tetap). b) Tidak bertentangan dengan hadis mutawattir. c) Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan para ulama masa lalu. 24 M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Ibid., 124.

18 32 d) Tidak bertentangan dengan dalil yang pasti. e) Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas kesahihannya lebih kuat. f) Tidak bertentangan dengan akal sehat. Butir-butir tolak ukur yang dikemukakan oleh al-baghdadi itu terlihat ada tumpang tindih. Masalah bahasa, sejarah dan lain-lain yang oleh sebagian ulama disebut sebagai tolak ukur. 26 Secara singkat Ibn al-jauzi memberikan tolak ukur kesahihan matan, yaitu setiap hadis yang bertentangan dengan akal maupun bertentangan dengan ketentuan-ketentuan pokok agama, pasti hadis tersebut tergolong hadis maudu'. Karena itulah Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat, demikian pula terhadap ketentuan pokok agama yang menyangkut aqidah dan ibadah. 27 Dalam prakteknya, ulama hadis memang tidak memberikan ketentuan yang baku tentang tahapan-tahapan penelitian matan. Karena tampaknya, dengan keterikatan secara letterlick pada dua acuan di atas, akan menimbulkan beberapa kesuliatan. Namun hal ini menjadi kerancuan juga apabila tidak ada kriteria yang lebih mendasar dalam memberikan 26 M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), 63.

19 33 gambaran bentuk matan yang terhindar dari sha>dh dan 'illat. Dalam hal ini, S{alah} al-di>n al-adhlabi dalam kitabnya Manh}aj Naqd al-matan cinda> al- Ulama al-h{adi>th al-nabawi mengemukakan beberapa kriteria yang menjadikan matan layak untuk dikritik, antara lain: 28 1) Lemahnya kata pada hadis yang diriwayatkan. 2) Rusaknya makna. 3) Berlawanan dengan al-qur'an yang tidak ada kemungkinan ta'wil padanya ataupun hadis mutawattir yang telah mengandung suatu petunjuk secara pasti. 4) Bertentangan dengan kenyataan sejarah yang ada pada masa Nabi. 5) Sesuai dengan madzhab rawi yang giat mempropagandakan madzhabnya. 6) Hadis itu mengandung sesuatu urusan yang mestinya orang banyak mengutipnya, namun ternyata hadis tersebut tidak dikenal dan tidak ada yang menuturkannya kecuali satu orang. 7) Mengandung sifat yang berlebihan dalam soal pahala yang besar untuk perbuatan yang kecil. 8) Susunan bahasanya rancu. 9) Isinya bertentangan dengan akal yang sehat dan sangat sulit diinterpretasikan secara rasional. 28 M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 127.

20 34 10) Isinya bertentangan dengan tujuan pokok agama Islam atau tidak sesuai dengan shari>'at Islam. 11) Isinya bertentangan dengan hukum dan Sunnatullah. Selanjutnya, agar kritik matan tersebut dapat menentukan keshahihan suatu matan yang benar-benar mencerminkan keabsahan suatu hadis, para ulama telah menentukan tolak ukur tersebut menjadi empat kategori, antara lain: 29 1) Tidak bertentangan dengan petunjuk al-qur'an. 2) Tidak bertentangan dengan hadis yang kualitasnya lebih kuat. 3) Tidak bertentangan dengan akal sehat, panca indra dan fakta sejarah. 4) Susunan pernyataannya yang menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian. Dengan kriteria hadis yang perlu dikritik serta tolak ukur kelayakan suatu matan hadis di atas, dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya unsur-unsur kaidah kesahihan matan hadis tersebut hanya dua item saja, tetapi aplikasinya dapat meluas dan menuntut adanya pendekatan keilmuan lain yang cukup banyak dan sesuai dengan keadaan matan yang diteliti. B. Kehujjahan Hadis Hadis adalah segala perkataan, perbuatan serta hal-hal yang berkaitan dengan Nabi SAW. Hadis yang seperti itulah yang kemudian oleh kebanyakan 29 M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 128.

21 35 ulama dijadikan sebagai hujjah dalam menentukan hukum syariat. Dalam kedudukannya yang sangat penting tersebut, hadis haruslah benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan dari Nabi Muhammad SAW. Hal ini dikarenakan adanya kenyataan tentang rentang waktu yang cukup panjang antara masa nabi dengan masa pembukuan hadis itu sendiri. Seperti yang telah diketahui, syarat-syarat yang merupakan komponen ukuran untuk mengetahui dapat diterima atau harus ditolaknya suatu hadis dilengkapi dengan teknik penerapannya atas keadaan sanad dan matan hadis. hadis yang dapat diterima (al-h{adith al-maqbu>l) terbagi sebagai berikut, yaitu: hadis s}ah}i>h} dan hadis hasan,. Mengenai teori kehujjahan hadis, para ulama mempunyai pandangan sendiri antara tiga macam hadis di atas. Bila dirinci, maka pendapat mereka adalah sebagai berikut: 1. Kehujjahan Hadis S}ah}i>h} Hadis s}ah}i>h} adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna hafalannya (z}a>bit}), sanadnya bersambung, tidak ber illat dan sha>dh. klasifikasi hadis s}ah}i>h} terbagi dalam dua bagian yakni hadis s}ah}i>h} lidha>tihi dan s}ah}i>h} lighayrihi. Hadis s}ah}i>h} lidha>tihi yaitu hadis s}ah}i>h} yang syarat-syaratnya seperti yang saya sebutkan di atas. Sedangkan hadis s}ah}i>h} lighayrihi adalah hadis h}asan lidha>tihi apabila diriwayatkan melalui jalur lain yang semisal atau yang lebih kuat, baik dengan redaksi yang sama maupun hanya maknanya saja yang sama, maka kedudukan hadis

22 36 tersebut menjadi kuat dan meningkat kualitasnya dari tingkat hasan ketingkatan yang sahih. 30 Bila ditinjau dari sifatnya, klasifikasi hadis s}ah}i>h} terbagi dalam dua bagian yakni hadis maqbu>l ma'mulin bihi dan hadis maqb>ul ghai>ru ma'mulin bihi. Dikatakan sebuah hadis itu hadis ma>qbul ma'mulin bihi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 31 a. Hadis tersebut muhkam yakni dapat digunakan untuk memutuskan hukum, tanpa shubhat sedikitpun. b. Hadis tersebut mukhtalif (berlawanan) yang dapat dikompromikan, sehingga dapat diamalkan kedua-duanya. c. Hadis tersebut rajih yaitu hadis tersebut merupakan hadis terkuat diantara dua buah hadis yang berlawanan maksudnya. d. Hadis tersebut nasikh, yakni datang lebih akhir sehingga mengganti kedudukan hukum yang terkandung dalam hadis sebelumnya. Sebaliknya, hadis maqb>ul ghai>ru ma'mulin bihi yang memenuhi kriteria antara lain: mutashabbi>h (sukar dipahami), mutawaqqaf fihi (saling berlawanan namun tidak dapat dikompromikan), marjuh (kurang kuat dari pada hadis maqbul lainnya), mansukh (terhapus oleh hadis maqbul yang datang berikutnya) dan hadis maqbu>l yang maknanya 30 Nurudin itr, Ulumul Hadis Cet. 1 (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 144.

23 37 berlawanan dengan al-qur'an, hadis mutawattir, akal sehat dan ijma>' para ulama Kehujjahan Hadis H{asan Hadis H{asan adalah hadis yang sanadnya bersambung, periwayatnya adil, akan tetapi tingkat kekuatan hafalannya rendah dan tidak terdapat illat dan sha>dh. Ibnu al-shalah berkata, rawi hadis hasan adalah orang yang dikenal jujur dan dapat dipercaya, tetapi tidak mencapai tingkatan para rawi hadis sahih, karena tingkat hafalannya masih dibawa mereka. 33 Klasifikasi hadis h}asan terbagi dalam dua bagian yakni h}asan lidha>tihi dan h}asan lighayrihi. Hasan lidha>tihi adalah hadis yang memenuhi syarat hadis di atas. Sedangkan hadis h}asan lighayrihi adalah hadis yang kualitasnya meningkat menjadi hadis hasan karena diperkuat oleh hadis lain. Jenis hadis inilah yang dimaksud oleh Imam al-tirmidhi> dalam definisinya tentang hadis hasan. 34 Akan tetapi para muhaddithin tetap menganggap hadis hasan sebagai suatu jenis tersendiri, karena hadis yang dapat dipakai hujjah itu 32 M. Syuhudi Isma il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Cet. 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Nurudin itr, Ulumul Hadis Cet. 1 (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), Ibid., 271.

24 38 adakalanya berada pada tingkat tertinggi, yakni hadis sahih; atau pada tingkat terendah yakni hadis hasan. Menurut seluruh fuqaha, hadis hasan dapat diterima sebagai hujjah dan diamalkan, karena telah diketahui kejujuran rawinya dan keselamatan perpindahannya dalam sanad. Demikian pula pendapat kebanyakan muhaddithin dan ahli ushul. C. Pemaknaan Hadis Pada dasarnya, teori pemaknaan dalam sebuah hadis timbul tidak hanya karena faktor keterkaitan dengan sanad, akan tetapi juga disebabkan oleh adanya faktor periwayatan secara makna. Secara garis besar, penelitian matan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yakni dengan pendekatan Bahasa, Tasawuf (sufistik), dan Psikologi. 1. Pendekatan Bahasa Periwayatan hadis secara makna telah menyebabkan penelitian matan dengan pendekatan bahasa tidak mudah dilakukan. Karena matan hadis yang sampai ke tangan mukharrij masing-masing telah melalui sejumlah perawi yang berbeda generasi dengan latar budaya dan kecerdasan yang juga berbeda. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya perbedaan penggunaan dan pemahaman suatu kata ataupun istilah. Sehingga bagaimanapun kesulitan yang dihadapi, penelitian matan dengan pendekatan bahasa perlu dilakukan untuk mendapatkan

25 39 pemaknaan yang komprehensif dan obyektif. Beberapa metode yang digunakan dalam pendekatan bahasa ini adalah: a. Mendeteksi hadis yang mempunyai lafal yang sama. Pendeteksian lafal hadis yang sama ini dimaksudkan untuk mengetahui beberapa hal, antara lain: 35 1) Adanya idraj (sisipan lafal hadis yang bukan berasal dari Rasulullah SAW). 2) Adanya Idtirab (pertentangan antara dua riwayat yang sama kuatnya sehingga tidak memungkinkan dilakukan tarjih). 3) Adanya al-qalb (pemutarbalikan matan hadis). 4) Adanya penambahan lafal dalam sebagian riwayat (ziya>dah al-thiqah). b. Membedakan makna hakiki dan makna majazi. Bahasa Arab telah dikenal sebagai bahasa yang banyak menggunakan ungkapan-ungkapan. Ungkapan majaz menurut ilmu balaghah lebih mengesankan daripada ungkapan makna hakiki. Rasulullah Saw juga sering menggunakan ungkapan majaz dalam menyampaikan sabdanya. 35 Fatchur Rahman, Ikhtisar Mustalah al-hadith (Bandung: Al-Ma arif, 1974), 368.

26 40 Majaz dalam hal ini mencakup majaz lughawi, 'aqli, isti'arah, kinayah dan isti'arah tamthiliyyah atau ungkapan lainnya yang tidak mengandung makna sebenarnya. Makna majaz dalam pembicaraan hanya dapat diketahui melalui qarinah yang menunjukkan makna yang dimaksud. Dalam ilmu hadis, pendeteksian atas makna-makna majaz tersebut termasuk dalam pembahasan ilmu ghari>b al-h}adi>th. Karena sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Ibnu Al-Shalah bahwa ilmu ghari>b al-h}adi>th adalah ilmu pengetahuan untuk mengetahui lafal-lafal dalam matan hadis yang sulit dipahami karena jarang digunakan. 36 Tiga metode di atas merupakan sebagian dari beberapa metode kebahasaan lainnya yang juga harus digunakan seperti ilmu nahwu dan sharaf sebagai dasar keilmuan dalam bahasa Arab. 2. Pendekatan Tasawuf Periwayatan hadis secara makna telah menyebabkan penelitian matan dengan pendekatan tasawuf tidak mudah dilakukan. Karena matan hadis yang sampai ke tangan mukharrij masing-masing telah melalui sejumlah perawi yang berbeda generasi dengan latar budaya dan kecerdasan yang juga berbeda. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan 36 Fatchur Rahman, Ikhtisar Mustalah al-hadith (Bandung: Al-Ma arif, 1974), 321.

27 41 terjadinya perbedaan penggunaan dan pemahaman suatu kata ataupun istilah. Sehingga bagaimanapun kesulitan yang dihadapi, penelitian matan dengan pendekatan tasawuf perlu dilakukan untuk mendapatkan pemaknaan yang komprehensif dan obyektif. Beberapa metode yang digunakan dalam pendekatan tasawuf ini adalah: a. Tasawuf Akhlaqi Tasawuf Akhlaqi adalah suatu ajaran yang menerangkan sisi moral dari seorang hamba dalam rangka melakukan taqorrub kepada tuhannya, dengan cara mengadakan Riyyadah pembersihan diri dari moral yang tidak baik, karena tuhan tidak menerima siapapun dari hamba-nya kecuali yang berhati salim (terselamatkan dari penyakit hati). 37 Isi dari ajaran Tasawuf Akhlaqi,yaitu: 38 1) Takhalli (pengosongan diri dari sifat-sifat tercela). Takhalli berarti mengosongkan diri dari sifat-sifat tercela, kotoran, dan penyakit hati yang merusak. Langkah pertama yang harus ditempuh adalah mengetahui dan menyadari betapa buruknya, tercela sifat-sifat tersebut. Adapun sifat-sifat tercela yang harus dihilangkan antara lain syirik, hasad, marah, riya, dan ujub. Untuk menghilangkan sifat-sifat tersebut, perlu dilakukan cara seperti berikut: 37 Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Tasawuf (Jakarta: Amzah, 2005), Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf Cet. 1(Jakarta: Amzah, 2012),

28 42 a) Menghayati segala bentuk akidah dan ibadah. b) Muh}a>sabah (koreksi). c) Riya>d}ah (latihan) dan mujahadah (perjuangan). d) Berupaya mempunyai kemauan dan daya tangkal yang kuat terhadap kebiasaan yang buruk dan menggantinya dengan kebiasaan baik. 39 2) Tahalli (menghiasi diri dari sifat-sifat terpuji). Tahalli yaitu menghias diri dengan jalan membiasakan sikap dan sifat serta perbuatan yang baik. Langkahnya membina pribadi agar memiliki akhlak karimah dan senantiasa konsisten dengan langkah yang dirintis sebelumnya (dalam bertakhalli). Langkah ini perlu ditingkatkan dengan tahap mengisi dan menyinari hati dengan sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat ketuhanan, seperti mengesakan Allah, taubat, zuhud, wara', sabar, syukur, rida, tawakkal dan qana ah. 3) Tajalli (terungkapnya nur ghaib bagi hati yang telah bersih sehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan). Tajalli adalah hati seseorang terbebaskan dari tabir (hijab), yaitu sifat-sifat kemanusiaan atau nur yang selama ini tersembunyi (ghaib) atau fana selain Allah ketika tampak (tajalli) 39 Ahmad Amin, Etika; Ilmu Akhlak (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), 40.

29 43 wajah-nya. Al Jilli membagi tajalli menjadi empat tingkatan, diantaranya: 40 a) Tajalli al-af al, yaitu tajallinya pada perbuatan seseorang, artinya segala aktivitas itu disertai kudrat dan iradat-nya serta ketika itu ia melihat-nya. Hal ini dapat berarti bahwa gerak dan diam itu adalah atsar (bekas) dari kudrat dan iradat-nya. b) Tajalli al-asma, yaitu lenyapnya seseorang dari dirinya dan bebas dari sifat-sifat kebaharuan serta lepas dari ikatan tubuh kasarnya. c) Tajalli al-sifat, yaitu seorang hamba menerima sifat-sifat ketuhanan, artinya tuhan mengambil tempat padanya tanpa hulu dzat-nya. Tajalli Dzat, yaitu apabila Allah SWT menghendaki adanya tajalli atas hamba-nya yang memfanakan dirinya, bertempatlah Dia padanya yang dapat berupa sifat dan dzat. b. Tasawuf Amali. Tasawuf Amali adalah tasawuf yan membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Dalam pengertian ini, 40 Abdul Karim Al-Jilli, Insa>n al-ka>mil Fi> Ma rifah al-awa>khir wa al-awa> il (Beirut: Dar al- Fikr, 1975),

30 44 tasawuf amali berkonotasikan tarekat. Tarekat dibedakan antara kemampuan sufi yang satu dengan yang lain. Ada seseorang yang dianggap mampu dan tahu cara mendekatkan diri kepada Allah dan ada seseorang yang memerlukan bantuan orang lain yang dianggap memiliki otoritas dalam masalah itu. Dari sinilah muncul strata-strata berdasarkan pengetahuan serta amalan yang mereka lakukan yang kemudian dikenal istilah murid, mursyid, dan wali. 41 Dalam tasawuf amali yang berkonotasi tarekat ini mempunyai aturan, prinsip, dan sistem khusus. Oleh karena itu, ia mempunyai keistimewaan yang khusus seperti jiwa yang bersih. c. Tasawuf Falsafi Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi intuitif dan visi rasional. Terminologi filosofis yang digunakan berasal dari macam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya, namun orsinalitasnya sebagai tasawuf tidak hilang. 42 Berbeda dengan tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Tasawuf falsafi tidak bisa hanya dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dhauq), tetapi tidak dapat pula 41 Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf Cet. 1(Jakarta: Amzah, 2012), Ibid., 29.

31 45 dikategorikan sebagai tasawuf dalam pengertian yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat. Dalam upaya mengungkapkan pengalaman rohaninya, para sufi falsafi sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang samar dikenal dengan syatahiyat, yaitu suatu ungkapan yang sulit dipahami, yang sering mengakibatkan kesalahpahaman pihak luar dan menimbulkan tragedi. Tokoh-tokohnya antara lain adalah Abu Yazid al-bustami, Al-Hallaj, dan Ibnu Arabi. Abu Yazid al-bustami mempunyai teori ittihad, yaitu suatu tingkatan tasawuf dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan; suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah telah menjadi satu sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil dengan kata-kata Hai Aku. Dalam ijtihad, identitas telah menjadi satu. Karena fananya, sufi yang bersangkutan tidak mempunyai kesadaran lagi dan berbicara dengan nama Tuhan. Tokoh lainnya adalah al-hallaj dengan ajaran hulul, yaitu suatu paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh manusia tertentu dan mengambil tempat (hulul) di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh dilenyapkan. Menurut al-hallaj, dalam diri manusia terdapat dua unsur yaitu unsur nasut (kemanusiaan) dan unsur lahut (ketuhanan). Teori hulul ini lebih jauh dikembangkan oleh Ibnu Arabi dengan teori wahdah al-wujud. Dalam teori ini, Ibnu Arabi

32 46 mengubah nasut menjadi al-khalq dan lahut menjadi al-haq. Kedua unsur tersebut pasti ada pada setiap makhluk sebagai aspek lahir dan batin. 43 Paham yang dibawa oleh para sufi Falsafi menghadirkan pro dan kontra karena perbedaan latar belakang sudut peninjauan dan analisisnya. Dalam dunia tasawuf dikenal istilah fana dan baqa. Ketika seseorang telah mencapai keadaan demikian, seorang sufi telah mencapai puncak tujuan yang diinginkannya, yaitu ma rifat dan hakikat hingga muncul kesadaran bahwa al-ma rifah (pengetahuan), al- arif (orang yang mengetahui), dan al-ma ruf (yang diketahui/tuhan) adalah satu. 3. Pendekatan Psikologi Untuk mengetahui dan memahami kandungan hadis ini. Ada beberapa faktor yang digunakan dalam pendekatan psikologi, yaitu: a. Faktor Sosial dalam Agama Faktor sosial dalam agama terdiri dari berbagai pengaruh terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, dari pendidikan yang kita terima pada masa kanak-kanak, berbagai pendapat dan sikap 43 Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf Cet. 1(Jakarta: Amzah, 2012),

33 47 orang-orang di sekitar kita, dan berbagai tradisi yang kita terima dari masa lampau. 44 Tidak hanya keyakinan-keyakinan kita yang terpengaruh oleh factor-faktor sosial, pola-pola ekspresi emosional kita pun, sampai batas terakhir, bisa dibentuk oleh lingkungan sosial kita. Faktor-faktor sosial juga tampak jelas dalam pembentukan keyakinan keagamaan, tetapi secara principal ia tidak melalui penampilan yang berlandaskan penalaran sehingga keyakinankeyakinan seseorang terpengaruh oleh orang lain. Dalam semua kasus sugesti yang berhasil itu, gagasan yang disugestikan oleh tukang hipnotis bagi orang yang bersangkutan sudah berubah menjadi persepsi, perbuatan atau keyakinan. 45 b. Faktor Alami dalam Agama. Sudah dikemukakan sebelumnya bahwa ada tiga jenis pengalaman yang bisa dimasukkan diantara berbagai faktor yang memberi sumbangan terhadap sikap keagamaan: pengalaman mengenai dunia nyata, mengenai konflik moral, dan mengenai keadaan-keadaan emosional tertentu yang tampak memiliki kaitan dengan agama Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, terj. Machnun Husein Cet. 1 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1992), Ibid., Ibid., 59.

34 48 Pengalaman kasar, bukan yang sudah dinalari atau yang berubah menjadi suatu argumen, sering digambarkan dalam karya satra. Salah satu contoh terkenal terdapat pada salah satu bab mengenai keterasingan dalam buku Thoreau, Walden. 47 Ada tiga unsur yang bisa dibedakan dalam sumbangan-sumbangan pengalaman di dunia nyata kepada sikap keagamaan: pengalamanpengalaman mengenai manfaat, keharmonisan dan keindahan. 48 Pengalaman mengenai manfaat timbul dari kenyataan bahwa beberapa benda di Alam Semesta dianggap bermanfaat bagi manusia; kehangatan yang menyenangkan, hujan-hujan yang tepat waktu, tanaman-tanaman yang tumbuh subur dan binatang-binatang jinak. Dalam hal sumbangan pengalaman di dunia nyata kepada sikap keagamaan ada lagi yang melebihi konsep tuhan sebagai pemasok kebutuhan-kebutuhan manusia. Ada juga kenyataan lain bahwa manusia dapat melihat di dunia itu suatu keharmonisan dan tujuan yang tidak ada kaitannya dengan kebutuhan manusia. Yang ketiga, adalah pengalaman mengenai keindahan di dunia nyata ini. Ini, tanpa ragu-ragu bisa dikatakan, bukan unsur penting dalam pengalaman banyak orang. Namun demikian, ada sejumlah orang 47 Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, terj. Machnun Husein Cet. 1 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1992), Ibid., 63.

35 49 yang bagi mereka dumnia tampak indah mengagumkan dan luar biasa. c. Faktor Emosional dalam Agama Seperti sudah dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu faktor yang membantu pembentukan sikap keagamaan adalah system pengalaman emosional yang dimiliki setiap orang dalam kaitannya dengan agama mereka. Ini bisa disebut faktor emosional atau afektif dalam sikap keagamaan. 49 Setiap pemeluk agama memiliki pengalaman emosional dalam kadar tertentu yang berkaitan dengan agamanya; bahkan boleh jadi mendalam sekali tanpa membedakan jenisnya dari pengalaman-pengalaman keagamaan kebanyakan orang lain. Bila kita berbicara tentang pengalaman keagamaan maka yang kita maksud bisa berupa pengalaman yang meskipun secara orisinal terjadi dalam kaitan bukan-keagamaan tetapi ia cenderung mengakibatkan perkembangan keyakinan keagamaan. 50 Ada peribadatan-peribadatan keagamaan yang juga dapat mebimbulkan pengalaman-pengalaman emosional pada para pelakunya meskipun hal ini bukan merupakan tujuan utamanya. 49 Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, terj. Machnun Husein Cet. 1 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1992), Ibid., 88.

36 50 Tanpa adanya pengalaman emosional peribadatan-peribadatan itu akan terasa agak kosong dan bersifat formal semata-mata. Pengalaman-pengalaman emosional seperti itu bisa timbul dari beberapa macam peribadatan keagamaan yang secara prinsipal tidak berusaha menimbulkan tanggapan emosional. Namun ada peribadatan-peribadatan keagamaan lainnya yang tampaknya ditujukan untuk mengintefsikan pengalamn-pengalaman emosional para pelakunya. 51 Tujuan ini mendapat penilaian berbeda-beda pada setiap tradisi keagamaan, sebagian beranggapan bahwa perasaanperasaan para pelaku peribadatan itu hanya memiliki makna sekunder, sedangkan agama-agama lain yang benar-benar berusaha menimbulkan emosi yang kuat bisa beranggapan bahwa hal itu merupakan bukti akan turunnya Ruh. 51 Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, terj. Machnun Husein Cet. 1 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1992), 93.

BAB II KAIDAH KESAHIHAN DAN PEMAKNAAN HADIS

BAB II KAIDAH KESAHIHAN DAN PEMAKNAAN HADIS BAB II KAIDAH KESAHIHAN DAN PEMAKNAAN HADIS A. Kaidah Kesahihan Hadis Untuk meneliti dan mengukur keabsahan suatu hadis diperlukan acuan standar yang dapat digunakan sebagai menilai kualitas hadis, acuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM SEPUTAR SANAD HADIS. Sanad disebut juga dengan Thariq (Jalan), karena sanad merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM SEPUTAR SANAD HADIS. Sanad disebut juga dengan Thariq (Jalan), karena sanad merupakan BAB II TINJAUAN UMUM SEPUTAR SANAD HADIS Sanad disebut juga dengan Thariq (Jalan), karena sanad merupakan jalan yang menyampaikan periwayat kepada matan al-hadits. Ketika membahas masalah sanad maka tidak

Lebih terperinci

BAB II METODE KRITIK HADIS. dirumuskan bahwa kesahihan hadis terpenuhi dengan 3 kriteria, yakni :

BAB II METODE KRITIK HADIS. dirumuskan bahwa kesahihan hadis terpenuhi dengan 3 kriteria, yakni : BAB II METODE KRITIK HADIS A. Kriteria Kesahihan Hadis Ibnu Al-Shalah membuat sebuah definisi hadis sahih yang disepakati oleh para muhaddisin. Ia berpendapat sebagaimana dikutip oleh M. Syuhudi Ismail

Lebih terperinci

BAB II METODE MAUD}U I DAN ASBAB AL-WURUD. dipakai dalam beragam makna. Diantaranya yaitu: Turun atau merendahkan,

BAB II METODE MAUD}U I DAN ASBAB AL-WURUD. dipakai dalam beragam makna. Diantaranya yaitu: Turun atau merendahkan, 13 BAB II METODE MAUD}U I DAN ASBAB AL-WURUD A. Metode Maud}u i 1. Pengertian metode maudhu i Kamus bahasa menunjukkan bahwa kata tersebut diambil dari kata yang artinya adalah meletakkan sesuatu dalam

Lebih terperinci

BAB II METODE KRITIK HADIS DAN PEMAKNAANNYA

BAB II METODE KRITIK HADIS DAN PEMAKNAANNYA BAB II METODE KRITIK HADIS DAN PEMAKNAANNYA A. Kriteria Kes}ah}i>h}an Hadis Untuk meneliti dan mengukur kes}ah}i>h}an suatu hadis diperlukan acuan standar yang dapat digunakan sebagai ukuran menilai kualitas

Lebih terperinci

BAB II MUKHTALIF AL-HADITS. Mukhtalif al-hadits secara bahasa dapat dipahami dengan hadis-hadis

BAB II MUKHTALIF AL-HADITS. Mukhtalif al-hadits secara bahasa dapat dipahami dengan hadis-hadis BAB II MUKHTALIF AL-HADITS A. Pengertian Mukhtalif al-hadits Mukhtalif al-hadits secara bahasa dapat dipahami dengan hadis-hadis yang bertentangan. Sedangkan dalam dunia ulum al-hadits istilah ini diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis, BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis, sebagaimana yang telah dideskripsikan di dalam Bab III dan Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal ihwal Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-qur an.

BAB I PENDAHULUAN. hal ihwal Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-qur an. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam dan sebagai pedoman hidup bagi kaum muslimin. Sedangkan hadis sebagai pernyataan, pengalaman, taqriri dan hal ihwal Nabi

Lebih terperinci

ULUMUL HADIS ULUMUL HADIS

ULUMUL HADIS ULUMUL HADIS ULUMUL HADIS Dr. Khadijah, M.Ag. Kelompok Penerbit Perdana Mulya Sarana KATA PENGANTAR Penulis: Dr. Khadijah, M.Ag. Copyright 2011, pada penulis Hak cipta dilindungi undang-undang All rigths reserved Penata

Lebih terperinci

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis.

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis. MANHAJ AJJAJ AL-KHATIB (Analisis Kritis terhadap Kitab Ushul al-hadis, Ulumuh wa Mushtalahuh) Sulaemang L. (Dosen Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Kendari) Abstrak: Penelitian ini mebmahas Manhaj Ajjaj

Lebih terperinci

HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA. Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag

HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA. Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag Pengertian Hadits : Menurut bahasa artinya baru atau kabar. Menurut istilah adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. baik berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ibadah shalat dan haji. Tanpa bersuci orang yang berhadas tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan ibadah shalat dan haji. Tanpa bersuci orang yang berhadas tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan dengan ibadah shalat dan haji. Tanpa bersuci orang yang berhadas tidak dapat menunaikan ibadah

Lebih terperinci

Tim Penyusun MKD UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

Tim Penyusun MKD UIN SUNAN AMPEL SURABAYA STUDI HADITS Tim Penyusun MKD UIN SUNAN AMPEL SURABAYA UIN Sunan Ampel Press 2011 Judul Penulis : STUDI HADITS : 1. Dr. H. Zainuddin, Ml., Le. MA. 2. H. Arif Jamaluddin Malik, M. Ag. 3. Abdulloh Ubed,

Lebih terperinci

BAB II TERMINOLOGI TAKDIR DAN TEORI HADIS

BAB II TERMINOLOGI TAKDIR DAN TEORI HADIS BAB II TERMINOLOGI TAKDIR DAN TEORI HADIS A. Terminologi Takdir 1. Pengertian Takdir Peristiwa-peristiwa yang ada di alam raya ini, dari sisi kejadiannya dalam kadar atau ukuran tertentu, pada tempat dan

Lebih terperinci

MEMAHAMI AJARAN FANA, BAQA DAN ITTIHAD DALAM TASAWUF. Rahmawati

MEMAHAMI AJARAN FANA, BAQA DAN ITTIHAD DALAM TASAWUF. Rahmawati MEMAHAMI AJARAN FANA, BAQA DAN ITTIHAD DALAM TASAWUF Rahmawati Abstrak: Tulisan ini akan membahas sekelumit tentang konsep fana dan baqa, dari segi pengertian, tujuan dan kedudukannya. Juga dibahas sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat membimbing para sahabat dalam membukukan hadis. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor,

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN A. Al-Qur an Sebagai Sumber Ajaran Islam Menurut istilah, Al-Qur an adalah firman Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, ditulis

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HADITS NABI

PEMBAGIAN HADITS NABI PEMBAGIAN HADITS NABI Disusun dari berbagai sumber oleh: Saiful Amien, M.Pd Ulumul Hadits secara kebahasaan berarti ilmu-ilmu tentang hadits. Kata 'ulum adalah bentuk jamak dari kata 'ilm (ilmu) Ulumul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

BAB II. Para ulama hadis telah memberikan definisi hadis sahih sebagai hadis yang

BAB II. Para ulama hadis telah memberikan definisi hadis sahih sebagai hadis yang BAB II KAIDAH KESAHIHAN HADIS DAN MUKHTALI@F AL-HA{DI@TH A. Kaidah Kesahihan Hadis Para ulama hadis telah memberikan definisi hadis sahih sebagai hadis yang bersambung sanad-nya, yang diriwayatkan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK KEKAFIRAN AKIBAT PERANG SESAMA MUSLIM DALAM KITAB HADIS

BAB II KAJIAN TEORITIK KEKAFIRAN AKIBAT PERANG SESAMA MUSLIM DALAM KITAB HADIS BAB II KAJIAN TEORITIK KEKAFIRAN AKIBAT PERANG SESAMA MUSLIM DALAM KITAB HADIS A. Kafir Menurut bahasa, kata ka>fir, dalam bahasa Arab merupakan kata yang ber-si>ghat fa> il dari kata kafara - yakfuru

Lebih terperinci

Al-Qur an Al hadist Ijtihad

Al-Qur an Al hadist Ijtihad Al-Qur an Al hadist Ijtihad Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Saba'

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan paparan bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai

BAB V PENUTUP. Berdasarkan paparan bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai BAB V PENUTUP A. Kesimpulan berikut: Berdasarkan paparan bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai 1. Manhaj Ibn al-jawzi dalam menentukan kepalsuan hadis dalam kitab al- Mawd{u< a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). 1. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). 1. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hadis merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). 1 Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP. A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP. A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP UCAPAN ISTINSHA@ DALAM IKRAR TALAK A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan Istinsha> dalam Ikrar Talak Hukum Islam

Lebih terperinci

BAB II PEMBAGIAN HADITS

BAB II PEMBAGIAN HADITS Pembagian Hadits dari segi kuantitas dan kualitas Hadits yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam tradisi Islam, hadits diyakini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disamping itu berisi beberapa perintah yang harus dijalankan oleh semua umat

BAB I PENDAHULUAN. Disamping itu berisi beberapa perintah yang harus dijalankan oleh semua umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama sempurna yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Disamping itu berisi beberapa perintah yang harus dijalankan oleh semua umat Islam. Sesuatu yang diperintahkan

Lebih terperinci

2. Perawi harus adil. Artinya, perawi tersebut tidak menjalankan kefasikan, dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina.

2. Perawi harus adil. Artinya, perawi tersebut tidak menjalankan kefasikan, dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina. Istilah-istilah dalam hadits Sanad: Jalan menuju lafadh hadits. Misalnya, A meriwayatkan hadits dari B, ia meriwayatkan hadits dari C, ia meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Jalan

Lebih terperinci

BAB II PRILAKU MEMINTA-MINTA DAN METODE KRITIK HADIS

BAB II PRILAKU MEMINTA-MINTA DAN METODE KRITIK HADIS BAB II PRILAKU MEMINTA-MINTA DAN METODE KRITIK HADIS A. Prilaku Meminta-minta a. Pengertian Meminta-minta Meminta-minta atau mengemis pada dasarnya tidak disyari atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya

Lebih terperinci

Pembagian hadits ahad dilihat dari sisi kuat dan lemahnya sebuah hadits terbagi menjadi dua, yaitu:

Pembagian hadits ahad dilihat dari sisi kuat dan lemahnya sebuah hadits terbagi menjadi dua, yaitu: Pembagian hadits ahad dilihat dari sisi kuat dan lemahnya sebuah hadits terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Maqbul : sebuah hadits yang mempunyai indikasi kuat kejujuran orang yang membawa khabar tesebut 2.

Lebih terperinci

BAB II METODE KRITIK HADIS DAN PEMAKNAANNYA

BAB II METODE KRITIK HADIS DAN PEMAKNAANNYA BAB II METODE KRITIK HADIS DAN PEMAKNAANNYA A. Kaidah Kualitas Hadis Dalam fakta sejarah, di masa sahabat belum ada pembukuan hadis secara resmi yang diprakarsai oleh pemerintah, padahal peluang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembinaan akhlak sangat penting ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat, agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

Lebih terperinci

BAB II TEORI KES}AH}>IHAN HADIS DAN PEMBERIAN NAMA YANG BAIK BAGI SESEORANG

BAB II TEORI KES}AH}>IHAN HADIS DAN PEMBERIAN NAMA YANG BAIK BAGI SESEORANG 13 BAB II TEORI KES}AH}>IHAN HADIS DAN PEMBERIAN NAMA YANG BAIK BAGI SESEORANG A. Pengertian Hadis Hadis atau al-hadi>th menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru. Lawan dari al-qadim (lama)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hadis merupakan sumber hukum Islam setelah al-qur a>n. Keduanya

BAB I PENDAHULUAN. Hadis merupakan sumber hukum Islam setelah al-qur a>n. Keduanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadis merupakan sumber hukum Islam setelah al-qur a>n. Keduanya memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam. 1 Dalam penerapannya, hadis

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS

ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS Berikut ini adalah beberapa istilah di dalam ilmu hadits: Ahad Hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir. Al-Hafizh Kedudukan yang lebih tinggi dari muhaddits, mengetahui

Lebih terperinci

Pengertian Hadits. Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi.

Pengertian Hadits. Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi. Pengertian Hadits Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber

Lebih terperinci

BAB II DOA DAN METODOLOGI PENELITIAN HADIS

BAB II DOA DAN METODOLOGI PENELITIAN HADIS BAB II DOA DAN METODOLOGI PENELITIAN HADIS A. PENGERTIAN DOA Doa secara bahasa adalah memanggil, memohon, dari akar kata da a>, yad u,> du a>an yang berarti memanggil. Menurut istilah Ulama Ahli Gramatika

Lebih terperinci

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33 59 BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33 A. Kualitas Mufasir at-thabari Ditinjau dari latar pendidikannya dalam konteks tafsir al-qur an, penulis menilai bahwa at-thabari

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abu Dawud, Sulaiman bin al-asy as al-sijistani H. Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar Ibn Hazm. Juz III.

DAFTAR PUSTAKA. Abu Dawud, Sulaiman bin al-asy as al-sijistani H. Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar Ibn Hazm. Juz III. DAFTAR PUSTAKA Abu Dawud, Sulaiman bin al-asy as al-sijistani. 1998 H. Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar Ibn Hazm. Juz III.. Juz IV Al- Asqalani, Ahmad bin Ali bin Hajar. t.t. Tahzib al-tahzib. t.t.p: Dar al-

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 102 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan studi analisis pemikiran Imam Syafi i tentang kehujjahan hadis dalam kitab Ar-Risālah dapat ditarik kesimpulan menjadi beberapa point. Pertama, Hadis wajib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad Saw. diyakini oleh umat islam sebagai sumber ajaran Islam. Kedua sumber ini tidak hanya dipelajari di lembaga-lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV PEMAKNAAN DAN PENYELESAIAN HADIS TENTANG TATA CARA SUJUD DALAM SUNAN ABU DAWUD NO INDEKS 838 DAN 840

BAB IV PEMAKNAAN DAN PENYELESAIAN HADIS TENTANG TATA CARA SUJUD DALAM SUNAN ABU DAWUD NO INDEKS 838 DAN 840 BAB IV PEMAKNAAN DAN PENYELESAIAN HADIS TENTANG TATA CARA SUJUD DALAM SUNAN ABU DAWUD NO INDEKS 838 DAN 840 A. Pemaknaan Hadis tentang cara sujud dalam Sunan Abu Dawud Nomor Indeks 838 dan 840 Hadis adalah

Lebih terperinci

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 2)

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 2) DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 2) PENSYARAH: Ustazah Dr Nek Mah Batri PhD Pendidikan Agama Islam (UMM) PhD Fiqh Sains & Teknologi (UTM) SINOPSIS Matlamat modul ini ialah mendedahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik. Pada proses pembelajaran baca tulis Al-Qur an tersebut adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik. Pada proses pembelajaran baca tulis Al-Qur an tersebut adalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dalam rangka membimbing siswa kearah yang lebih baik. Pada proses pembelajaran baca tulis Al-Qur an tersebut adalah dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari

Lebih terperinci

Belajar Ilmu Hadis (1) Pendahuluan

Belajar Ilmu Hadis (1) Pendahuluan Belajar Ilmu Hadis (1) Pendahuluan Senin, 05-06-2017 Ibnu Hajar al-asqalani (852 H) mendefinisikan ilmu hadis sebagai, Ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan hadis dan perawinya (al-nukat

Lebih terperinci

Bab 4 PEMAHAMAN SUFIYAH. Kandungan THARIQ

Bab 4 PEMAHAMAN SUFIYAH. Kandungan THARIQ 116 Mengenal Tasawuf dan Tarekat Bab 4 PEMAHAMAN SUFIYAH THARIQ Menurut bahasa: berarti jalan (sabil), sedangkan tarekat (thariqah) adalah jalan dan keadaan. Bentuk jamaknya: thariq-thuruq, thariqah-thara-iq.

Lebih terperinci

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( ) SUMBER AJARAN ISLAM Erni Kurnianingsih (10301241001) Nanang Budi Nugroho (10301241012) Nia Kurniawati (10301241026) Tarmizi (10301249002) Dasar penggunaan sumber agama islam di dasarkan ayat al-qur an

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al- Qur an yang mujmal, muthlaq, amm dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al- Qur an yang mujmal, muthlaq, amm dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam struktur sumber hukum Islam, hadits (sunnah) bagi ummat Islam menempati urutan kedua sesudah al-qur an. karena, disamping sebagai ajaran Islam yang secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HADIS SUGUHAN KELUARGA MAYAT. sanad. Adapun kritik sanadnya, antara lain sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS HADIS SUGUHAN KELUARGA MAYAT. sanad. Adapun kritik sanadnya, antara lain sebagai berikut: BAB IV ANALISIS HADIS SUGUHAN KELUARGA MAYAT A. Kualitas Sanad Hadis Untuk mengetahui kualitas sanad, maka penulis akan melakukan kritik sanad. Adapun kritik sanadnya, antara lain sebagai berikut: Hadis

Lebih terperinci

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 3)

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 3) DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 3) PENSYARAH: Ustazah Dr Nek Mah Batri PhD Pendidikan Agama Islam (UMM) PhD Fiqh Sains & Teknologi (UTM) SINOPSIS Matlamat modul ini ialah mendedahkan

Lebih terperinci

Dusta, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa

Dusta, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa Dusta, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa Khutbah Pertama:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????????????????:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Agama adalah wahyu yang diturunkan Allah untuk manusia. Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati

Lebih terperinci

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Sumber Ajaran Islam

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Sumber Ajaran Islam Modul ke: 03Fakultas Didin EKONOMI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Sumber Ajaran Islam Hikmah P, SE, MM Program Studi MANAJEMEN Kesempurnaan Dalam Beragama Apa itu Islam? Rukun Islam Apa itu Iman? Rukun Iman Apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia yakni al-qur'an dan al-hadits yang di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia yakni al-qur'an dan al-hadits yang di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Islam adalah agama yang memberikan arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Islam memiliki dasar pokok yang menjadi pedoman bagi kehidupan manusia yakni al-qur'an

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inilah yang dikatakan Agama, diputuskan oleh akal dan logika dan dibenarkan

BAB I PENDAHULUAN. inilah yang dikatakan Agama, diputuskan oleh akal dan logika dan dibenarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia merupakan eksistensi dan wujud riil yang dialami manusia, yaitu kehidupan yang kita alami sekarang atau kehidupan yang dekat. sedang akhirat, kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Alquran, 1 sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Alquran, 1 sebagaimana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Alquran, 1 sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 59: Hai orang-orang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul-Nya

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. M. Isa H.A. Salam Bustamin, Metodologi Kritik Hadis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. I, 2004

DAFTAR PUSTAKA. M. Isa H.A. Salam Bustamin, Metodologi Kritik Hadis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. I, 2004 DAFTAR PUSTAKA M. Isa H.A. Salam Bustamin, Metodologi Kritik Hadis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. I, 2004 Prof. Dr. H. M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Para Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan

Lebih terperinci

KAIDAH KEMUTTASILAN SANAD HADIS (Studi Kritis Terhadap Pendapat Syuhudi Ismail)

KAIDAH KEMUTTASILAN SANAD HADIS (Studi Kritis Terhadap Pendapat Syuhudi Ismail) KAIDAH KEMUTTASILAN SANAD HADIS (Studi Kritis Terhadap Pendapat Syuhudi Ismail) Sahiron Syamsuddin Ilmu Al-Qur an dan Tafsir (IAT), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Email: ssyams1@hotmail.com Abstract The

Lebih terperinci

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi) Muhammad SAW adalah seorang nabi terakhir yang diutus ke bumi oleh Allah SWT. Sebagai seorang nabi dan rasul, nabi Muhamad SAW membawakan sebuah risalah kebenaran yaitu sebuah agama tauhid yang mengesakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik sayuran dan buah-buahan, biji-bijian

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik sayuran dan buah-buahan, biji-bijian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bercocok tanam adalah menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena dalam bercocok tanam, yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu sendiri juga

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HADIS TENTANG LARANGAN DUDUK DI ATAS KUBURAN DALAM SUNAN ABU DAWUD

BAB IV ANALISA HADIS TENTANG LARANGAN DUDUK DI ATAS KUBURAN DALAM SUNAN ABU DAWUD BAB IV ANALISA HADIS TENTANG LARANGAN DUDUK DI ATAS KUBURAN DALAM SUNAN ABU DAWUD Dalam studi hadis persoalan sanad dan matan merupakan dua unsur penting yang menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis

Lebih terperinci

DONOR ORGAN TUBUH. Oleh Nurcholish Madjid

DONOR ORGAN TUBUH. Oleh Nurcholish Madjid MUSYAWARAH DAN PARTISIPASI DONOR ORGAN TUBUH Oleh Nurcholish Madjid Praktik kedokteran menyangkut donasi organ tubuh tampaknya belum pernah ada dalam zaman klasik Islam. Karena itu, permasalahan ini dari

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut dan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut dan 170 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut dan sebagaimana yang telah dideskripsikan di dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan

Lebih terperinci

Al-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag.

Al-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag. Al-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam Presented By : Saepul Anwar, M.Ag. Pengertian Hadits Sunnah : Segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik berupa perkataan, perbuatan,taqrir (peretujuan),

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ A. Analisis Pendapat Tentang Iddah Wanita Keguguran Dalam Kitab Mughni Al-Muhtaj Dalam bab ini penulis akan berusaha

Lebih terperinci

BAB IV MUSNAD AL-SHĀFI Ī DALAM KATEGORISASI KITAB HADIS STANDAR. Ulama hadis dalam menentukan kitab-kitab hadis standar tidak membuat

BAB IV MUSNAD AL-SHĀFI Ī DALAM KATEGORISASI KITAB HADIS STANDAR. Ulama hadis dalam menentukan kitab-kitab hadis standar tidak membuat BAB IV MUSNAD AL-SHĀFI Ī DALAM KATEGORISASI KITAB HADIS STANDAR Ulama hadis dalam menentukan kitab-kitab hadis standar tidak membuat kriteria-kriteria yang baku. Mungkin salah satu faktornya, karena ulama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa, dan

Lebih terperinci

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia A. Landasan Sosial Normatif Norma berasal dari kata norm, artinya aturan yang mengikat suatu tindakan dan tinglah laku manusia. Landasan normatif akhlak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan batin baik di dunia maupun di akhirat. Sejak diturunkan kepada nabi Muhammad

BAB I PENDAHULUAN. dan batin baik di dunia maupun di akhirat. Sejak diturunkan kepada nabi Muhammad 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alquran adalah kitab suci bagi umat Islam, di dalamnya berisi sejumlah ajaran yang mengandung petunjuk untuk meraih keselamatan dan kesejahteraan hidup, lahir

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HADIS TENTANG PAHA LAKI-LAKI

BAB IV ANALISIS HADIS TENTANG PAHA LAKI-LAKI BAB IV ANALISIS HADIS TENTANG PAHA LAKI-LAKI A. Penelitian Sanad dan Matan Hadis Tentang Paha Laki-Laki sebagai Aurat a) Penelitian sanad hadis tentang paha laki-laki sebagai aurat Meneliti Hadis harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-qur a>n, hadis memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-qur a>n, hadis memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-qur a>n, hadis memiliki fungsi yang terkait dengan al-qur a>n itu sendiri, yaitu sebagai penjelas dari al-

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3) 12 A. Terminologi Pemimpin BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN Pemimpin dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti: 1) Orang yang memimpin. 2) Petunjuk, buku petunjuk (pedoman), sedangkan Memimpin artinya:

Lebih terperinci

BAB III BIOGRAFI AL-NASA> I> DAN DATA HADIS TENTANG BINATANG TERNAK BISA MENDENGAR SIKSA KUBUR

BAB III BIOGRAFI AL-NASA> I> DAN DATA HADIS TENTANG BINATANG TERNAK BISA MENDENGAR SIKSA KUBUR BAB III BIOGRAFI AL-NASA> I> DAN DATA HADIS TENTANG BINATANG TERNAK BISA MENDENGAR SIKSA KUBUR A. Biografi al-nasa> i> Nama lengkapnya adalah Abdur Rahman Ibn Syu aib Ibn Ali Ibn Sinan Ibn Bahr al-khurasani

Lebih terperinci

Pengantar Ulumul Quran. (Realitas Al-Quran)

Pengantar Ulumul Quran. (Realitas Al-Quran) Pengantar Ulumul Quran (Realitas Al-Quran) Definisi Ulumul Quran Ulûm al-qur ân didefinisikan sebagai pembahasan yang berkaitan dengan al-qur an, dari aspek turunnya, kemukjizatan, pengumpulan, sistematika,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. RUMUSAN MASALAH

I. PENDAHULUAN II. RUMUSAN MASALAH I. PENDAHULUAN Istilah tasawuf adalah suatu makna yang mengandung arti tentang segala sesuatu untuk berupaya mebersihkan jiwa serta mendekatkan diri kepada Allah dengan Mahabbah yang sedekat-dekatnya.

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Kajian ini telah membincangkan mengenai topik-topik yang berkaitan dengan konsep

BAB 5 PENUTUP. Kajian ini telah membincangkan mengenai topik-topik yang berkaitan dengan konsep BAB 5 PENUTUP 5.1 Pendahuluan Kajian ini telah membincangkan mengenai topik-topik yang berkaitan dengan konsep qada dan qadar serta beberapa isu yang berkaitan menurut pandangan Ibn al-qayyim dalam kitabnya

Lebih terperinci

MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM

MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM Mata Kuliah : Pendidikan Agama 1 Dosen Pembimbing : Siti Istianah, S.Sos.i Disusun Oleh : Kelompok 6 : 1 Achmad Nikko Vanessa NPM : 2014 4350 1985 2 Ecky Kharisma

Lebih terperinci

Metodologi Imam Tirmizi DR MUHAMAD ROZAIMI RAMLE

Metodologi Imam Tirmizi DR MUHAMAD ROZAIMI RAMLE Metodologi Imam Tirmizi DR MUHAMAD ROZAIMI RAMLE Syarat Imam Tirmizi Hadis-hadis dalam Sunan Tirmizi mempunyai pelbagai peringkat: 1. Hadis sahih yang mencapai syarat Bukhari dan Muslim. 2. Hadis sahih

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN AL-RA Y OLEH

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN AL-RA Y OLEH BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN AL-RA Y OLEH AL-ZAMAKHSHARY DALAM TAFSIR AL-KASHSHA

Lebih terperinci

Membahas Kitab Tafsir

Membahas Kitab Tafsir Lembaga Penelitian dan Pengembangan Tafsir menurut bahasa adalah penjelasan atau keterangan, seperti yang bisa dipahami dari Quran S. Al-Furqan: 33. ucapan yang telah ditafsirkan berarti ucapan yang tegas

Lebih terperinci

SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT. (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam )

SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT. (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam ) SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam ) I. Mukadimah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata : - - :...

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Ramli Abdul Wahid seorang pakar hadis, yang saat ini menjabat Direktur Pascasarjana Universitas Islam Sumatera Utara Medan. Ia berkomentar terhadap pemikiran T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy,

Lebih terperinci

SEKTOR PENDIDIKAN ISLAM JABATAN PELAJARAN KELANTAN. Satu jam lima belas minit

SEKTOR PENDIDIKAN ISLAM JABATAN PELAJARAN KELANTAN. Satu jam lima belas minit 0 NAMA : TINGKATAN :.. SEKTOR PENDIDIKAN ISLAM JABATAN PELAJARAN KELANTAN PEPERIKSAAN PERCUBAAN SPM 2017 TASAWWUR ISLAM 5226/1 Kertas 1 Ogos 2017 1 ¼ jam Satu jam lima belas minit JANGAN BUKA KERTAS SOALAN

Lebih terperinci

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017 MATA PELAJARAN: HADITS Level Kognitif Pengetahuan dan Pemahaman Mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan ( Ilm) biasanya diperoleh melalui otoritas orang lain, baik itu melalui seorang guru atau buku, dan arena itu disebut sebagai ilmu perolehan (Ilmu hushuli).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tasawuf adalah salah satu dari 3 cabang ilmu yang wajib. diketahui oleh pemeluknya, yakni Tauhid, Fiqih dan Tasawuf.

BAB I PENDAHULUAN. Tasawuf adalah salah satu dari 3 cabang ilmu yang wajib. diketahui oleh pemeluknya, yakni Tauhid, Fiqih dan Tasawuf. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tasawuf adalah salah satu dari 3 cabang ilmu yang wajib diketahui oleh pemeluknya, yakni Tauhid, Fiqih dan Tasawuf. Tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal

Lebih terperinci

أما الحديث الصحيح: فهو الحديث المسند الذي يتصل إسناده بنقل العدل الضابط عن العدل

أما الحديث الصحيح: فهو الحديث المسند الذي يتصل إسناده بنقل العدل الضابط عن العدل BAB II KRITIK HADIS DAN PAMALI DALAM PRESPEKTIF SEJARAH A. Kritik Hadis 1. Kriteria kesahihan hadis Kesahihan hadis merupakan hal yang harus dipenuhi sebuah hadis, namun kesahihan hadis tidak hanya dilihat

Lebih terperinci

Pembaharuan.

Pembaharuan. Pembaharuan a.s. Disajikan di bawah ini adalah khutbah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, Masih Maud dan Imam Mahdi, pada tanggal 26 Desember 1903. Terjemahan ini diambil dari naskah berbahasa Urdu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi kalam Allah yang digunakan sebagai pedoman dan petunjuk bagi kehidupan umat Islam. Adapun definisi Al-Qur

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PENDAHULUAN

BAB I LATAR BELAKANG PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Secara etimologi Alqurān berasal dari kata qara-a yaqra-u ( قرا - يقرا ) yang berarti membaca. Sedangkan Alqurān sendiri adalah bentuk maṣdar dari qara-a yang berarti bacaan.

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH AL QUR AN AL-QURAN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP. Dosen pengampu : Masyhudi Riaman, S.Pd. Disusun Oleh : Sahri Ramadani

TUGAS MATA KULIAH AL QUR AN AL-QURAN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP. Dosen pengampu : Masyhudi Riaman, S.Pd. Disusun Oleh : Sahri Ramadani TUGAS MATA KULIAH AL QUR AN AL-QURAN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP Dosen pengampu : Masyhudi Riaman, S.Pd Disusun Oleh : Sahri Ramadani SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL IBROHIMY TANJUNGBUMI BANGKALAN 2012 KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ranah kognitif merupakan ranah psikologis siswa yang terpenting. Dalam perspektif psikologi, ranah kognitif yang berkedudukan pada otak ini adalah sumber sekaligus pengendali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Islam berisi seperangkat ajaran tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Pembahasan masalah nilai etika dalam kaitannya dengan naskah ADK menjadi topik penting yang selalu dibicarakan, karena masalah ini menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau

Lebih terperinci

BAB II ILMU HADIS. A. Klasifikasi Hadis. 1. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kuantitas. a. Hadis Mutawa>tir

BAB II ILMU HADIS. A. Klasifikasi Hadis. 1. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kuantitas. a. Hadis Mutawa>tir 16 BAB II ILMU HADIS A. Klasifikasi Hadis 1. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kuantitas a. Hadis Mutawa>tir Hadis mutawa>tir merupakan hadis s{ah{i>h yang diriwayatkan oleh sejumlah periwayat yang menurut

Lebih terperinci